Minggu, 20 Juli 2008

SUSAHNYA MENGENYANGKAN PERUT RAKYAT INDONESIA SETIAP HARI

Ini pengalaman waktu kuliah dulu. Waktu itu, siang bolong saya main ke rumah teman yang kebetulan juga ngekos seperti saya. Teman saya itu tampak lesu dan kusut, membuat saya prihatin melihatnya.
"Kenapa ko?" tanya saya, "sudah mo ko makan?"
"Ko lihat ma kayak begini, masih tanya lagi. Kalo belum pa ketawa, artinya belum pa makan," jawabnya agak ketus.
Rupanya, teman saya itu belum makan karena tidak punya cukup uang untuk membeli lauk meskipun masih punya beras untuk ditanak. Sebagai teman yang baik, saya menyumbang untuk membeli telur dua butir. Kamipun menyantap makan siang dengan nikmat meskipun hanya ditemani lauk berupa telur dadar dari sebutir telur yang dibagi dua (satu telur lagi disimpan untuk makan malam).
Selesai makan, teman saya bersendawa (maaf kalau jorok). Dengan wajah cerah seolah baru saja menyantap setengah dari seluruh hidangan yang disediakan oleh resto buffet, ia berkata pada saya, "sudah ma makan, jadi ketawa ma."
Saya juga tersenyum. Ternyata, kebahagiaan seseorang bisa diperoleh hanya dari sebutir telur seharga beberapa ratus rupiah saja...
Kalau mengingat pengalaman unik itu, sekarang saya malah sering terheran-heran melihat betapa susahnya para (calon) pemimpin, baik di tingkat daerah maupun nasional, untuk meyakinkan rakyat agar mau memilih mereka. Janji-janji diumbar dan jargon-jargon politik (yang sebagian basa-basi), silih berganti ditayangkan di berbagai tempat dan media, baik berupa spanduk dan baliho hingga televisi dan bioskop. Janji-janji tingkat tinggi yang sulit diwujudkan oleh para pemimpin (yang seharusnya juga) tingkat tinggi tersebut.
Serumit itukah untuk menjadi pemimpin di Indonesia?
Kalau menengok pengalaman saya di atas, sebenarnya tidak. Jadi pemimpin di Indonesia itu sebenarnya tidak susah-susah amat. Sebab, rakyat hanya punya keinginan sederhana : hanya ingin kenyang setiap hari.
Kenyang setiap hari. Cukup. Itu saja. Asalkan perut kenyang, rakyat tidak akan protes dan "melawan" dengan cara menjadi golput (perlawanan paling menakutkan!). Asalkan kehidupan rakyat berlangsung dengan lancar, aman dan tenteram, tidak ada lagi yang mereka inginkan. Buktinya, sampai kini masih banyak yang merasa bahwa kehidupan di masa Orde Baru jauh lebih baik (karena mereka tidak menyadari betapa besarnya beban yang mereka harus tanggung akibat kebobrokan era tersebut) daripada di masa era Reformasi ini.
Masalahnya ya itu tadi. Kenapa susah sekali?
Toh Tanah Air kita ini kuaya ruaya, bahkan konon yang paling kaya sedunia. Jadi tidak perlu janji "pendidikan gratis" dan "pelayanan kesehatan gratis" segala. Dengan kekayaan alam kita, setiap warga negara Indonesia seharusnya enteng saja menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah mana saja yang mereka mau. Kita juga bisa general check-up di Singapura sesuka kita karena punya banyak uang dari hasil PEMANFAATAN KEKAYAAN ALAM INDONESIA UNTUK KEMASLAHATAN RAKYAT INDONESIA.
Jadi, bukan janji menggratiskan biaya pendidikan (bagaimana caranya, sementara kekayaan alam kita dikeruk oleh pihak asing dan koruptor yang tak tahu malu tapi mengaku dari Indonesia?) yang diperlukan. Setuju dengan Sandra Angelia, Miss Indonesia 2008 yang mengaku akan menegakkan hukum dengan setegak-tegaknya bila dia diberi kesempatan memimpin negara ini. Kalau Amanat UUD '45 sudah dijalankan dengan semestinya, insya Allah kemiskinan akan berkurang drastis. Nah, setelah itu, barulah kita bisa ngomong ini-itu dan melakukan banyak hal, seperti meningkatkan lagi prestasi olahraga kita yang sudah sampai pada taraf "memalukan" (masa' sepakbola kita kalah dari Vietnam yang negara "baru" itu?).
Tapi sekali lagi, sebelum bermimpi macam-macam, seorang (calon) pemimpin di Indonesia harus mengajukan formula yang tepat untuk mengenyangkan perut rakyatnya setiap hari. Caranya tidak susah-susah amat, manfaatkan saja sebesar-besarnya kekayaan Indonesia untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, kita harus merampas lagi apa yang sudah dirampas dari kita melalui penegakan hukum yang tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih seperti saat ini.
Sederhana. Langkah sederhana yang akan menyelesaikan dan mengatasi kerumitan yang ada saat ini.
Tapi pertanyaannya, sekali lagi, mengapa susah sekali mengenyangkan perut rakyat Indonesia padahal kita berada di "kolam susu di mana kail dan galah sudah cukup untuk menghidupi kita karena ikan dan udang yang justru menghampiri kita"?